Belajar dari Kasus Temboro Magetan

Temboro - Pemerintah Indonesia terus berupaya meredam persebaran Covid-19 dengan berbagai metode, salah satunya model tracing. Berdasarkan titik awal persebarannya, metode yang dipakai adalah sistem klasterisasi.

Sistem pelacakan ala wilayah ini bertujuan untuk mengetahui berapa jumlah pasien positif, dari mana dia dan dengan siapa berhubungan sosial hingga ke mana saja perginya orang-orang dari klaster ini.

Sistem klasterisasi ini pula, yang nantinya yang akan menjadi alasan kuat untuk diberlakukannya PSBB atau karantina wilayah. Tujuannya, agar warga di klaster yang dimaksud tidak berpotensi menularkan ke daerah luar dan orang luar pun tidak masuk ke kawasan tersebut.

Klaster di Covid-19 di Indonesia bisa dibedakan menjadi dua, berdasarkan asal persebarannya; lokal dan internasional. Klaster lokal yang menjadi penular Covid-19 terbesar adalah Jakarta dengan pasien positif Corona mencapai ±3.832 orang. Untuk klaster Internasional, klaster Gowa menjadi penyumbang pasien Covid-19 terbanyak.

Sebagai contoh, untuk warga Jawa Tengah saja sekitar 1.500 orang yang positif Corona setelah ikut Ijtima Gowa. Pun dengan Nusa Tenggara Barat, yang mencatat ada sekitar 1.157 orang. Namun, klaster Gowa bukanlah satu-satunya klaster dengan jejaring internasional satu-satunya.

Klaster lintas negara lainnya adalah Klaster Temboro, Magetan. Terbaru, ada 16 santri Ponpes Al Fatah Temboro yang dinyatakan positif COVID-19 berdasarkan hasil pemeriksaan swab dengan metode polymerase chain reaction (PCR) di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya.

Rapid test selama dua hari yang dilaksanakan pada 21-22 April 2020 memeriksa 305 santri dan diperoleh hasil reaktif 31 orang. Dari 31 itu, 16 dinyatakan positif Covid-19. Ada dua dugaan menularnya Covid-19 di dan dari klaster Temboro;

Pertama, pihak Ponpes Temboro yang memulangkan para santrinya beberapa waktu lalu, termasuk santri asal Malaysia. Pemulangan para santri itu bersamaan dengan kembalinya TKI dari luar negeri, termasuk Malaysia.

Pesawat yang sama kemudian membawa puluhan santri Temboro kembali ke Malaysia dari Bandara Internasional Juanda. Saat ini, sebanyak 164 santri asal Malaysia di Ponpes Al Fatah juga telah dipulangkan ke negara asalnya setelah dinyatakan negatif Covid-19. Secara keseluruhan, santri di Ponpes Al Fatah Temboro mencapai 22.000 dari 13 negara.

Kedua, adanya santri yang ikut Ijtima Ulama di Gowa pada 19-23 Maret lalu dan Tabligh Akbar di Masjid Jamek Sri Petaling, Petaling Jaya, Selangor, Malaysia, pada 27 Februari-1 Maret.

Untuk klaster Gowa, dihadiri kurang lebih 19.163 orang. 18.698 orang dari berbagai daerah di Indonesia dan 465 orang dari luar negeri (10 negara). Sementara Tabligh Akbar di Selangor diikuti 16.000 anggota JT. 15.000 orang merupakan warga Malaysia, 1.500 orang dari negara lain, termasuk 696 orang dari Indonesia.

Sementara, The Strait Times, 14 Maret 2020, menyebutkan ada 700 kasus Covid-19 yang sebagian besar dari klaster tabligh akbar ini. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kedua kegiatan ini memiliki persamaan secara organisasi dengan Ponpes Al Fatah Temboro (Jama’ah Tabligh). Rincian dari penambahan 16 orang positif Corona di Ponpes Al Fatah; Malaysia (8), Thailand (1), Lampung (1), Lombok (1), Kendari (1), Makasar (1), Temanggung (1) dan Magetan (2). Secara umur, semua pasien baru ini berkisar antara 16-27 tahun.

Kasus Temboro sama seperti Gowa. Buah dari tidak mengikuti anjuran dari pemerintah. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Tak usah saling menyalahkan. Tugas kita, menjadikan itu semua jadi pelajaran. Semoga wabah ini segera berakhir.

Postingan populer dari blog ini

Cara Mengencerkan Lem Kayu Fox Putih yang Benar

Pengalaman Nginep di Apartement Horor Jogja

Ciri Khas Logat atau Dialeg Orang Nganjuk